cerita klasik

sebuah kisah akan selalu terulang dan terus terulang, mungkin kisah yang hadir disini sudah usang. tapi akan terus berulang pada masa sekarang bahkan masa yang akan datang. selamat membaca!

January 07, 2004



maaf istriku, aku merokok lagi malam ini

:kepada intan meliawaty suci

malam ini rindu menusukku lagi. aku sudah mencoba menelponmu tapi kata pembantu kau sudah masuk kamar sejak sore tadi. pembantu baru kita itu bilang kau kena migrain lagi. mungkin kau kecapean, sayang. kau bilang kemarin, hari ini kau menerima pesanan makanan buat acara syukuran. aku tak mau mengganggumu, maka kubiarkan minah (benar kan minah nama pembantu baru kita itu?) menutup telpon malam ini. aku tak sempat mendengar ceritamu, tawamu dan kemanjaanmu yang biasanya mengantarku lelap tertidur.

semua pekerjaanku sudah selesai, padahal deadlinenya masih dua hari lagi. semangat bekerjaku tengah mencapai klimaks mungkin. malam ini kucoba menulis surat untukmu. tapi sia-sia. aku bingung menulis apa. tokh tiap hari kudengar suaramu. hanya malam ini saja aku tak mendengarnya. aku tak jadi menulis. mataku tertumbuk pada sebuah buku. buku milik temanku mungkin, tadi siang dia kemari. lupa membawanya pulang.

hanya buku biasa. buku sol ikan hias. tapi bukan bukunya yang membuatku menjadi lama menatap buku itu. tapi di atas buku itu ada sebungkus rokok. isinya masih banyak, aku tahu karena bungkusnya dalam keadaan terbuka. kok bisa ya temanku meninggalkannya disini? kalau buku sih aku wajar, tapi ini rokok.

tanganku ragu meraih bungkusan di atas buku itu. sudah hampir dua tahun aku tak merokok. ya, setelah aku menikah denganmu, rokok menjadi tidak begitu penting. bahkan hilang dalam kamus hidupku. tapi malam ini? kenapa tiba-tiba ada sebungkus rokok di mejaku? apakah tuhan yang mengirimkannya? sebagai obat rinduku padamu yang hampir meledak ini?

gamang tanganku meraih bungkus rokok itu. tapi kuraih juga akhirnya. hemm.. rokok favoriteku dulu. kubuka perlahan, aku mengambilnya satu. aku mencari-cari korek di sekitar meja, tapi tak ada. aku melangkah ke arah dapur, dan tetap tak kutemukan korek itu. saat aku berniat melempar rokok itu, ujung mataku menangkap sesuatu tepat di atas rak buku. sebuah zippo dari masa lalu. aku mengambilnya. ada yang bergetar dalam dada. aku tiba-tiba terharu.

zippo itu adalah sahabat setiaku dulu. istriku sebelum kunikahi engkau. ada banyak kisah yang tersimpan didalamnya. kenapa aku tiba-tiba bisa lupa dengan keberadaan zippo ini, istriku? apakah karena kau hadir dalam hidupku lantas aku seperti terlahir menjadi manusia baru? tanpa ingat akan masa lalu?

maaf istriku, malam ini aku merokok lagi. kejadian demi kejadian seperti menuntunku untuk kembali menghisap harum tembakau, menikmati setiap sepi menjadi gumpalan-gumpalan asap yang terbang menuju angkasa.

maaf istriku, aku tak bermaksud berkhianat padamu. waktu dan kesempatan yang telah menggiringku kembali menyalakan api lantas menghisap batang demi batang hingga menjadi abu.

maaf istriku!

January 03, 2004

LELAKI PENGEMBARA

lelaki pengembara itu pergi dengan membawa airmata di dadanya. dia sudah tak bisa lagi menangis. berkali-kali ia memaksa mengeluarkan airmata, berkali-kali ia gagal. matanya hanya perih. tapi tak membuatnya mengeluarkan air bening itu. ia menjerit, meraung, memaki semuanya. hatinya menangis meski matanya tak tertarik lagi. mungkin sudah bosan mata itu mengeluarkan air bening setiap kali lelaki itu terluka.

lelaki pengembara itu memang cengeng. tapi anehnya, dalam kesedihan yang menikam ini, airmata tak mau keluar. semua orang yang tahu kisahnya mengira bahwa lelaki itu sangat tegar. melebihi batu karang sekalipun. semua orang memujinya sebagai seseorang yang hebat, yang kuat dan tabah. lelaki pengembara itu semakin menangis dalam hatinya ketika mendengar semua pujian atau bahkan tuduhan yang tertuju untuknya itu.

hanya derit kereta yang sangat memahami tentang kesedihannya. ya, derit kereta begitu tahu seberapa besar cintanya kepada perempuan yang setia menghiasi tidurnya. hanya dentang lonceng di gereja yang paham seberapa besar rindunya untuk perempuan dalam mimpinya. hanya debu-debu jalanan yang benar-benar memahami seperti apa cintanya pada perempuan yang hadir dalam malam-malam sunyinya.

kesedihannya berawal dari sebuah malam. malam yang mengerikan bagi laki-laki pengembara. malam yang memisahkannya dengan perempuan itu. malam yang dilalui pengembara seperti malam-malam biasanya. ia berjalan sendirian menuju sebuah taman. taman kota. disanalah biasanya ia menemukan perempuan itu. perempuan dengan wajah semesta. perempuan yang sulit ditebak darimana sebenarnya ia berasal. wajahnya seperti wajah dunia. disana ada raut jawa, sunda, india, arab, cina, pakistan, amerika, inggris, vietnam, prancis dan hampir seluruh negara di dunia. sorot matanya pun sama. sorot mata semesta. dan laki-laki pengembara tahu, bahwa perempuan inilah yang selama bertahun-tahun dia cari. laki-laki itu menjadi pengembara dengan impian menemukan perempuan dengan wajah semesta yang hadir dalam setiap mimpinya. dan laki-laki itu memutuskan meninggalkan pesantren tempatnya hidup dan dibesarkan tepat setelah 3 kali dia bermimpi tentang perempuan itu.

di taman inilah laki-laki itu duduk. dan tepat setelah lima menit dia duduk, akan ada seseorang menghampiri bangku tempatnya itu. lantas duduk disampingnya. ya, itulah perempuan yang hadir dalam mimpinya. harum tubuhnya, sosoknya dan semuanya meyakinkan laki-laki itu bahwa perempuan itu adalah benar-benar yang dicarinya bertahun-tahun. setelahentah berapa waktu mereka berdiam, laki-laki pengembara itu selalu memulai perbincangan dengan sebuah pertanyaan.

"apa yang kau temukan hari ini diluar disana?" setelah itu perbincangan mengalir kemana-mana. mereka berbicara tentang kondisi masing-masing, kondisi sekitar, ekonomi, politik, sosial, dan tentu saja ini yang terpenting. mereka tak lepas berbicara tentang cinta. tema ini akan berakhir dengan sebuah pelukan, dengan hangat cumbuan dan mereka kan mengakhiri setelah mereka melolong.. mencapai sebuah kenikmatan. setelah itu diantara mereka mengucapkan kata berpisah dengan bahasa mata. mereka saling menatap lama. dan tentu saja, mereka berjanji untuk bertemu lagi besok.

tapi malam itu lain. sesaat setelah mereka saling diam. ketika baru saja lelaki pengembara hendak bertanya tentang pertanyaan yang biasa dia ajukan untuk memulai perbincangan, perempuan itu telah lebih dulu berkata, "aku harus pergi!"

lelaki pengembara bagai disengat listrik. kesadarannya seperti lenyap. dia hanya menatap perempuan itu tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

"aku tahu perasaanmu. tapi tak ada jalan lain. secepatnya aku pergi, itu lebih baik. maafkan aku. tapi bukankah kau ingin cinta kita adalah cinta universal? cinta yang tetap akan kita rasakan meski tubuh kita berjarak ribuan kilometer? cinta yang hadir tidak saat kau melihatku saja? tetapi cinta itu lahir ketika kau melihat matahari, bulan, bintang, pepohonan, dan semuanya?"

pengembara itu masih diam.

"bicaralah kekasih! aku tak mungkin pergi kalau melihatmu seperti ini,"

"pergilah! aku tak mungkin mampu mencegahmu. meskipun kucegah kau tetap akan pergi juga. pergilah! aku mungkin akan terus berdoa, agar waktu bisa mempertemukan kita kembali. pergilah! aku mencintaimu, meski kau membenciku, aku tetap mencintaimu. pergilah!"

perempuan itu berdiri sejenak, mengecup lelaki pengembara dengan rinai airmata. lantas berlari. dan hilang ditelan gelap.

malam yang tak pernah terlupakan bagi laki-laki pengembara. dan malam-malam setelah malam itu menjadi sebuah siksaan. lelaki pengembara terhanyut dalam kesedihannya. beratus-ratus jalan ia lewati, dan ia merasa dia harus terus berjalan. sebab berhenti adalah luka. luka atas masa lalunya.

di belahan kota yang sama, di sudut sebuah taman. seorang perempuan tengah diam tak bergeming. di lewatinya setiap malam di taman-taman yang berbeda, pada kota-kota yang berbeda. sekedar berharap bisa bertemu lagi dengan lelaki itu. lelaki yang hadir dalam mimpi-mimpinya.

ia tinggalkan rumah besar kebanggan orang tuanya. sekedar mengejar apa yang dilihatnya dalam mimpi. ya, dia memang pernah bertemu dengan lelaki itu. malah mereka telah berubah menjadi sepasang kekasih. tapi tiba-tiba semuanya lenyap.

"salahkah aku?" bisik hati perempuan itu.
salahkah jika seorang perempuan berharap lebih? tidak semua hal selesai dengan diam. dengan hanya saling menatap. seringkali dibicarakannya soal mimpinya tentang rumah, anak-anak, keluarga dan sebuah alamat yang tetap. tapi lelaki itu seperti tak tertarik. dia begitu menikmati percintaan yang dirasa sangat menyakitkan ini. hanya bertemu malam hari tanpa tahu kemana dia di siang hari atau sebaliknya.

cinta yang sangat ganjil. untuk sebuah mimpi tentang rumah, keluarga dan anak-anak itulah dia memutuskan pergi. tapi andai saja lelaki itu melarangnya pergi, maka dengan senang hati dia akan tetap tinggal. tapi jawaban lelaki itu benar-benar membuatnya hancur. laki-laki itu membiarkan dia pergi.

perempuan itu menatap langit yang sudah remang. sebentar lagi fajar benar-benar akan membuat langit terang. dia mengemas ranselnya, lantas berjalan ke balik pepohonan. hilang ditelan kabut pagi.***